Pencarian

Rabu, 29 April 2015

Rindunya Rasulullah

14 ABAD YANG LALU DIA PERNAH MERINDUKANMU

🎁Dialah Rasulullah…

📅 Tepat sembilan hari menjelang wafatnya turunlah firman Allah yang berbunyi:

📢  وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

🔊“ Dan peliharalah diri kalian dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak didzalimi.” (Al Baqarah : 281)

Semenjak itu raut kesedihan mulai tampak di wajah beliau yang suci. “Aku ingin mengunjungi syuhada Uhud ujar beliau.” Beliaupun pergi menuju makam syuhada Uhud, sesampainya disana beliau mendekati makam para syuhada dan berkata, “Assalamu’alaikum wahai syuhada Uhud, kalian telah mendahului kami. Insya Allah kamipun akan menyusul kalian.”

Ditengah perjalanan pulang, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menangis. Para sahabat yang mendapinginya bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku rindu kepada saudara-saudaraku.” Mereka berkata, “Bukankah kami adalah saudara-saudaramu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku. Adapun saudara-saudaraku adalah mereka yang datang sesudahku, mereka beriman kepadaku padahal mereka belum pernah melihatku.”
(HR. Ahmad)

Alangkah tulus ungkapan itu..
Namun tersisa beragam tanya:
Kitakah yang dirindukan itu…?
Bila iya, Sudahkah kita merindukannya…?
Sudahkah kita beriman sehingga pantas dirindu…?
Sudahkan kita mengamalkan sunnahnya sebagai bukti cinta…?
Pantaskah diri yang lalai ini dirindukan Rasul suci yang mulia…?

Duhai.. alangkah malangnya bila yang dirindukan itu terusir dari telaga haudhnya.
Alangkah malangnya bila nanti terdengar darinya ucapan, “menjauhlah dari telagaku…”
Kau tau kenapa…? Karena mereka telah merubah-rubah Agama yang dibawanya.

Wahai insan yang dirindu….
Ikutilah jalan hidup manusia agung yang dulu pernah merindukanmu..
Jauhi segala macam bid’ah dalam agama, agar kau tak terusir dari telaganya.
Buktikan cintamu dengan ittiba’ agar cintamu tak bertepuk sebelah tangan.
Ingat selalu firman Allah azza wa jalla:
Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3:31)
Ingat kawan….
Ditepi telaga haudh beliau menanti kita..
“Aku akan mendahului kalian di telaga. Aku sebagai saksi atas kalian” dan sesungguhnya—demi Allah— saat ini aku sedang memandang telagaku itu” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

🔊 Jangan biarkan info ini mengendap dalam handphone Anda.
Bagikan kepada saudaramu..

Semoga kita termasuk yang dirindukan rasulullah.

Jumat, 17 April 2015

Subhanallah

Hari itu, di salah satu sudut Masjid Nabawi berkumpullah Abu Qudamah dan para sahabatnya.

Di hati para sahabatnya, Abu Qudamah adalah orang yang sangat dikagumi. Itu karena Abu Qudamah adalah seorang mujahid. Berjihad dari satu front ke medan-medan jihad lainnya. Seolah hidup beliau, beliau persembahkan untuk berjihad.

Debu yang beterbangan, kilatan pedang, hempasan anak panah, derap kuda adalah hal yang sudah biasa bagi beliau. Pengalaman, tragedi, kisah dan momen pun telah banyak beliau saksikan di setiap gelanggang perjuangan jihad.

"Abu Qudamah, ceritakanlah pada kami kisah paling mengagumkan di hari-hari jihadmu," tiba-tiba salah seorang sahabatnya meminta.

"Ya," jawab Abu Qudamah.

Beberapa tahun lalu. Aku singgah di kota Recca. Aku ingin membeli onta untuk membawa persenjataanku.

Saat aku sedang bersantai di penginapan, keheningan pecah oleh suara ketukan.

Ku buka ternyata seorang perempuan.

"Engkaukah Abu Qudamah?" tanyanya.

"Engkaukah yang menghasung umat manusia untuk berjihad?" pertanyaannya yang kedua.

"Sungguh, Allah telah menganugerahiku rambut yang tak dimiliki wanita lain. Kini aku telah memotongnya. Aku kepang agar bisa menjadi tali kekang kuda. Aku pun telah menutupinya dengan debu agar tak terlihat.

Aku berharap sekali agar engkau membawanya. Engkau gunakan saat menggempur musuh, saat jiwa kepahlawananmu merabung. Engkau gunakan bersamaan saat kau menghunus pedang, saat kau melepaskan anak panah dan saat tombak kau genggam erat.

Kalau pun engkau tak membutuhkan, ku mohon berikanlah pada mujahid yang lain. Aku berharap agar sebagian diriku ikut di medan perang, menyatu dengan debu-debu fi sabilillah.

Aku adalah seorang janda. Suamiku dan karib kerabatku, semuanya telah mati syahid fi sabilillah. Kalau pun syariat mengizinkan aku berperang, aku akan memenuhi seruannya," ungkapnya sembari menyerahkan kepangan rambutnya.

Aku hanya diam membisu. Mulutku kelu walau tuk mengucapkan "iya".

"Abu Qudamah, walaupun suamiku terbunuh, namun ia telah mendidik seorang pemuda hebat. Tak ada yang lebih hebat darinya.

Ia telah menghapal Al-Qur'an. Ia mahir berkuda dan memanah. Ia senantiasa sholat malam dan berpuasa di siang hari.

Kini ia berumur 15 tahun. Ialah generasi penerus suamiku. Mungkin esok ia akan bergabung dengan pasukanmu. Tolong terimalah dia. Aku persembahkan dia untuk Allah. Ku mohon jangan halangi aku dari pahala," kata-kata sendu terus mengalir dari bibirnya.

Adapun aku masih diam membisu. Memahami kalimat per kalimat darinya. Lalu tanpa sadar perhatianku tertuju pada kepangan rambutnya.

"Letakkanlah dalam barang bawaanmu agar kalbuku tenang," pintanya tahu aku memperhatikan kepangan rambutnya.

Aku pun segera meletakkannya bersama barang bawaanku. Seolah aku tersihir dengan kata-kata dan himmah (tekad) nya yang begitu mengharukan.

Keesokan harinya, aku bersama pasukan beranjak meninggalkan Recca.

Tatkala kami tiba di benteng Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seorang penunggang kuda yang memanggil-manggil.

"Abu Qudamah!" serunya.

"Abu Qudamah, tunggu sebentar, semoga Allah merahmatimu."

Kaki pun terhenti. Lalu aku berpesan kepada pasukan, "tetaplah di tempat hingga aku mengetahui orang ini."

Dia mendekat dan memelukku.

"Alhamdulillah, Allah memberiku kesempatan menjadi pasukanmu. Sungguh Dia tidak ingin aku gagal," ucapnya

"Kawan, singkaplah kain penutup kepalamu dahulu," pintaku.

Ia pun menyingkapnya. Ternyata wajahnya bak bulan purnama. Terpancar darinya cahaya ketaatan.

"Kawan, apakah engkau memiliki Abi?" tanyaku.

"Justru aku keluar bersamamu hendak menuntut balas kematian Abi. Dia telah mati syahid. Semoga saja Allah menganugerahiku syahid seperti Abi," jawabnya.

"Lalu, bagaimana dengan Ummi? Mintalah restu darinya terlebih dahulu. Jika merestui, ayo. Jika tidak, layanilah beliau. Sungguh baktimu lebih utama dibandingkan jihad. Memang, jannah di bawah bayangan pedang, namun juga di bawah telapak kaki ibu."

"Duhai Abu Qudamah. Tidakkah engkau mengenaliku."

"Tidak."

"Aku putra pemilik titipan itu. Betapa cepatnya engkau melupakan titipan Ummi, pemilik kepangan rambut itu".
Aku, insya Allah, adalah seorang syahid putra seorang syahid. Aku memohon kepadamu dengan nama Allah, jangan kau halangi aku ikut berjihad fi sabilillah bersamamu.

Aku telah menyelesaikan Al-Qur'an. Aku juga telah mempelajari Sunnah Rasul. Aku pun lihai menunggang kuda dan memanah.

Tak ada seorang pun lebih berani dariku. Maka, janganlah kau remehkan aku hanya karena aku masih belia.

Ummi telah bersumpah agar aku tidak kembali. Beliau berpesan; Nak, jika kau telah melihat musuh, jangan pernah kau lari. Persembahkanlah ragamu untuk Allah. Carilah kedudukan di sisi Allah. Jadilah tetangga Abimu dan paman-pamanmu yang sholeh di jannah. Jika nantinya kau menjadi syahid, jangan kau lupakan Ummi. Berilah Ummi syafa'at. Aku pernah mendengar faedah bahwa seorang syahid akan memberi syafaat untuk 70 orang keluarganya dan juga 70 orang tetangganya.

Ummi pun memelukku dengan erat dan mendongakkan kepalanya ke langit;

Rabbku.. Maulaku.. Inilah putraku, penyejuk jiwaku, buah hatiku.. aku persembahkan ia untukmu. Dekatkanlah ia dengan ayahnya," terang sang pemuda

Kata-katanya terus mendobrak tanggul air mataku. Dan akhirnya aku benar-benar tak kuasa menahannya. Aku tersedu-sedu. Aku tak tega melihat wajahnya yang masih muda, namun begitu tinggi tekadnya. Aku pun tak bisa membayangkan kalbu sang ibu. Betapa sabarnya ia.

Melihatku menangis, sang pemuda bertanya, "Paman, apa gerangan tangisanmu ini? Jika sebabnya adalah usiaku, bukankah ada orang yang lebih muda dariku, namun Allah tetap mengadzabnya jika bermaksiat !?"

"Bukan," aku segera menyanggah.

"Bukan lantaran usiamu. Namun aku menangis karena kalbu ibumu. Bagaimana jadinya nanti jika engkau gugur?"

Akhirnya aku menerimanya sebagai bagian dari pasukan. Siang malam si pemuda tak pernah jemu berdzikir kepada Allah Ta'ala. Saat pasukan bergerak, ia yang paling lincah mengendalikan kuda. Saat pasukan berhenti istirahat, ia yang paling aktif melayani pasukan. Semakin kita melangkah, tekadnya juga semakin membuncah, semangatnya semakin menjulang, kalbunya semakin lapang dan tanda-tanda kebahagiaan semakin terpancar darinya.

Kami terus berjalan menyusuri hamparan bumi nan luas. Hingga kami tiba di medan laga bersamaan dengan bersiap-siapnya matahari untuk terbenam.

Sesampainya, sang pemuda memaksakan diri menyiapkan hidangan berbuka untuk pasukan. Memang, hari itu kami berpuasa. Dan dikarenakan hal inilah juga khidmatnya kepada pasukan selama perjalanan, dia tertidur pulas. Pulas sekali hingga kami iba membangunkan. Akhirnya, kami sendiri yang menyiapkannya dan membiarkan si pemuda tidur.

Saat tidur, tiba-tiba bibirnya mengembang menghiasi wajahnya. "Lihatlah, ia tersenyum!" kataku pada teman keheranan.

Setelah bangun, aku bertanya padanya, "kawan, saat tertidur kau tersenyum. Apa gerangan mimpimu?"

"Aku mimpi indah sekali. Membuatku bahagia," jawabnya.

"Ceritakanlah padaku!" pintaku penasaran.

"Aku seperti di sebuah taman hijau nan permai. Indah sekali. Pemandangannya menarik kalbuku untuk berjalan-jalan.

Saat asyik berjalan, tiba-tiba aku berdiri di depan istana perak, balkonnya dari batu permata dan mutiara serta pintu-pintunya dari emas.

Sayang, tirai-tirainya terjuntai, menghalangiku dari bagian dalam istana. Namun tak lama, keluarlah gadis-gadis menyingkap tirai-tirainya. Sungguh wajah mereka bagaikan rembulan. Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, amboi cantiknya.

"Marhaban," kata salah seorang dari mereka tahu ku memandanginya.

Aku pun tak tahan hendak menjulurkan tangan menyentuhnya. Belum sampai tangan ini menyentuh, dia berkata, "Belum. Ini belum waktunya. Janganlah terburu-buru."

Telingaku juga menangkap sebuah suara salah seorang mereka, "Ini suami Al Mardhiyah."

Mereka berkata kepadaku, "kemarilah, yarhamukalloh."

Baru saja kakiku hendak melangkah, ternyata mereka telah berdiri di depanku.

Mereka membawaku ke atas istana. Di sebuah kamar, seluruhnya dari emas merah yang berkilauan indahnya. Dalam kamar itu ada dipan yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih.

Dan diatasnya. . .

seorang gadis belia dengan wajah bersinar lebih indah dari sekedar rembulan!! Kalaulah Allah tidak memantapkan kalbu dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikannya!!

"Marhaban, ahlan wa sahlan, duhai wali Allah. Sungguh engkau adalah milikku dan aku adalah milikmu" katanya menyambutku, membuatku tak terasa hendak memeluknya.

"Sebentar. Janganlah terburu-buru. Belum waktunya.

Aku berjanji padamu, kita bertemu besok selepas sholat dhuhur. Bergembiralah," sang pemuda mengakhiri kisahnya.

Lalu, aku berusaha membangkitkan himmahnya, "Kawan, mimpimu begitu indah. Engkau akan melihat kebaikan nantinya,"

Kami pun bermalam dengan perasaan takjub dan kagum akan mimpi sang pemuda.

Esok hari, kami bersiap menghadapi kaum kafir. Barisan diluruskan, formasi dan strategi dimatangkan, senjata tergenggam kuat dan tali kekang kuda dipegang erat.

Semangat pun semakin berkobar saat mendengar hasungan, "wahai segenap para tentara Allah, tunggangilah kuda-kuda kalian. Bergembiralah dengan jannah. Majulah kalian, baik terasa ringan oleh kalian ataupun terasa berat."

Tak lama, skuadron pasukan kuffar tiba di hadapan kami. Banyak sekali, bagaikan belalang yang menyebar kemana-mana.
Perang campuh pun terjadi. Kesunyian pagi hari sontak terpecah oleh teriakan skuadron kuffar dan gema takbir kaum muslimin. Suara senjata yang saling beradu, berbaur dengan riuh rendah suara para prajurit yang sedang bertaruh nyawa.

Tiba-tiba aku mengkhawatirkan pemuda itu. Iya, dimana pemuda itu...

Dimana pemuda itu ? Ku berusaha mencari di tengah medan laga. Ternyata dia di barisan depan pasukan muslimin. Dia merangsek maju, menyibak skuadron kuffar dan memporak porandakan barisan mereka.

Dia bertempur dengan hebatnya. Dia mampu melumpuhkan begitu banyak pasukan kuffar.

Namun begitu, tetap saja hati ini tak tega melihatnya. Aku segera menyusulnya di depan.

"Kawan, kau masih terlalu muda. Kau tak tahu betapa liciknya pertempuran. Kembalilah ke belakang," teriakku mencoba menyaingi suara riuh pertempuran, sambil menarik tali kekang kudanya.

"Paman, tidakkah kau membaca ayat {{ wahai segenap kaum mukmin, jika kalian telah bercampuh dengan kaum kuffar, maka janganlah kalian mundur ke belakang }} [Al Anfal:15]. Sudikah engkau aku masuk neraka ?" serunya menimpali.

Saat kucoba memahamkannya, serbuan kavelari kuffar memisahkan kami. Aku berusaha mengejarnya, namun sia-sia. Peperangan semakin bergejolak.

Dalam kancah pertempuran, terdengarlah derap kaki kuda diiringi gemerincing pedang dan hujan panah.

Lalu mulailah kepala berjatuhan satu persatu. Bau anyir darah tercium dimana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh tak bernyawa tergeletak bersimbah darah.

Demi Allah, perang itu telah menyibukkan tiap orang akan dirinya sendiri dan melalaikan orang lain. Sabetan dan kilatan pedang di atas kepala yang tak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak. Kedua pasukan bertempur habis-habisan.

Saat perang usai, aku segera mencari si pemuda. Terus mencari di medan laga. Aku khawatir dia termasuk yang terbunuh. Aku berkeliling mengendarai kuda di sekitar kumpulan korban. Mayat demi mayat, sungguh wajah mereka tak dapat dikenali, saking banyaknya darah bersimbah dan debu menutupi.

Dimana sang pemuda ?

Aku terus melanjutkan pencarian. Dan tiba-tiba aku mendengar suara lirih, ”Kaum muslimin, panggilkan pamanku Abu Qudamah kemari!”

Itu suaranya, teriakku dalam kalbu. Kucari sumber suara, ternyata benar, si pemuda. Berada di tengah-tengah kuda bergelimpangan. Wajahnya bersimbah darah dan tertutup debu. Hampir aku tak mengenalnya.

Aku segera mendatanginya. "Aku di sini! Aku di sini! Aku Abu Qudamah!" isakku tak kuasa menahan tangis. Aku sisingkan sebagian kainku dan mengusap darah yang menutupi wajah polosnya.

"Paman, demi Rabb ka'bah, aku telah meraih mimpiku. Akulah putra ibu pemilik rambut kepang itu. Aku telah berbakti padanya, ku kecup keningnya dan ku hapus debu dan darah yang terkadang mengalir di wajahnya," kenangnya. Sungguh aku benar-benar tak kuasa dengan kejadian ini.

"Kawan, janganlah kau lupakan pamanmu ini. Berilah dia syafa'at nanti di hari kiamat."

"Orang sepertimu tak kan pernah kulupakan."

"Jangan!" serunya lagi saat kucoba mengusap wajahnya. "Jangan kau usap wajahku dengan kainmu. Kainku lebih berhak untuk itu. Biarkanlah darah ini mengalir hingga aku menemui Rabb-ku, paman.

Paman, lihatlah, bidadari yang pernah kuceritakan padamu ada di dekatku. Dia menunggu ruhku keluar. Dengarkanlah kata-katanya; sayang, bersegeralah. Aku rindu.

Paman, demi Allah, tolong bawalah bajuku yang berlumuran darah ini untuk Ummi. Serahkanlah padanya, agar beliau tahu aku tak pernah menyia-nyiakan petuahnya. Juga agar beliau tahu aku bukanlah pengecut melawan kaum kafir yang busuk itu. Sampaikanlah salam dariku dan katakan hadiahmu telah diterima Allah.

Paman, saat berkunjung ke rumah nanti, kau akan bertemu adik perempuanku. Usianya sekitar sepuluh tahun. Jika aku datang, ia sangat gembira menyambutku. Dan jika aku pergi, ia paling tidak mau kutinggalkan.

Saat ku meninggalkannya kali ini, ia mengharapkanku cepat kembali. "Kak, cepat pulang, ya." Itulah kata-katanya yang masih terngiang di telingaku.

Jika engkau bertemu dengannya, sampaikan salamku padanya dan katakan; Allah-lah yang akan menggantikan kakak sampai hari kiamat, " kata-katanya terus membuat air mataku meleleh. Menetes dan terus menetes membuat aliran sungai di pipi.

"Asyhadu alla ilaaha illalloh, wahdahu laa syarikalah, sungguh benar janji-Nya. Wa asyhadu anna muhammadarrosululloh. Inilah apa yang djanjikan Allah dan rasul-Nya dan nyatalah apa yang dijanjikan Allah dan rasul-Nya," itulah kata-kata terakhirnya sebelum ruh berlepas dari jasadnya.

Lalu aku mengkafaninya dan menguburkannya.

Aku harus segera ke Recca, tekadku.

Aku segera pergi ke Recca. Tak lain dan tak bukan tujuanku hanyalah ibu si pemuda.

Celakanya aku, aku belum mengetahui nama si pemuda dan di mana rumahnya. Aku berkelililing ke seluruh kota Recca. Setiap sudut, gang dan jalan ku telusuri. Dan akhirnya aku mendapatkan seorang gadis mungil. Wajahnya bersinar mirip si pemuda.

Ia melihat-lihat setiap orang yang berlalu di depannya. Tiap kali melihat orang baru datang dari bepergian, ia bertanya, “Paman, anda datang darimana?” “Aku datang dari jihad,” kata lelaki itu. “Kalau begitu kakakku ada bersamamu?” tanyanya “Aku tak kenal, siapa kakakmu.” kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu lewatlah orang kedua dan tanyanya, “Paman, anda datang dari mana?” “Aku datang dari jihad,” jawabnya. “Kakakku ada bersamamu?”, tanya gadis itu. “Aku tak kenal, siapa kakakmu.” jawabnya sambil berlalu.

Gadis itu pun tak bisa menahan rindu kepada sang kakak. Sambil terisak-isak, dia berkata,"mengapa mereka semua kembali dan kakakku tak kunjung kembali?”

Aku iba kepadanya. Ku coba menghampiri tanpa membawa ekspresi kesedihan.

"Adik kecil, bilang sama Ummi, Abu Qudamah datang."

Mendengar suaraku, sang ibu keluar.

"Assalamu'alaiki," salamku.

"Wa'alaikum salam," jawabnya.

"Engkau ingin memberiku kabar gembira atau berbela sungkawa?" lanjutnya.

"Maksud, ibu ?"

"Jika putraku datang dengan selamat, berarti engkau berbela sungkawa. Jika dia mati syahid, berarti engkau kemari membawa kabar gembira," terangnya.

"Bergembiralah. Allah telah menerima hadiahmu."

Ia pun menangis terharu.

"Benarkah?"

"Iya."

Benar-benar ia tak kuasa menahan tangis.
"Alhamdulillah. Segala puji milik Allah yang telah menjadikannya tabunganku di hari kiamat," pujinya kepada Zat Yang Maha Kuasa.

Para sahabat Abu Qudamah mendengarkan kisahnya dengan penuh kekaguman.

"Lalu gadis kecil itu bagaimana?" tanya salah seorang dari mereka.

"Dia mendekat kepadaku. Dan kukatakan padanya, "Kakakmu menitipkan salam padamu dan berkata; Dik, Allah-lah yang menggantikanku sampai hari kiamat nanti"

Tiba-tiba dia menangis sekencang-kencangnya. Wajahnya pucat. Terus menangis hingga tak sadarkan diri. Dan setelah itu nyawanya tiada.

Sang ibu mendekapnya dan menahan sabar atas semua musibah yang menimpanya.

Aku benar-benar terharu melihat kejadian ini. Aku serahkan padanya sekantong uang, berharap bisa mengurangi bebannya.

Sang ibu pun melepas kepergianku. Aku meninggalkan mereka dengan kalbu yang penuh kekaguman, ketabahan sang ibu, sifat ksatria sang pemuda dan cinta gadis kecil itu kepada kakaknya...(SELESAI)

----------------------------------------------------------------

Ya Rohman Ya Rohiim

Kabulkanlah seuntai do'a kami. Memang terasa berat meniti jalan jannah-Mu. Syahwat yang selalu menyambar, Syubhat yang terus menghantam, setan yang tak pernah menyerah dan nafsu jahat yang senantiasa memberontak. Sedangkan kalbu ini lemah, ya Rabb.

Kalaulah bukan karena-Mu, tidaklah kami ini berislam. Tidak pula mengerjakan sholat, tidak pula bersedekah.

Teguhkanlah kaki kami di atas jalan-Mu ini !

-------------------------------------------------------

Diterjemahkan dengan beberapa editing tanpa merubah tujuan dan makna dari Kitab 'Uluwwul Himmah indan Nisaa', 212-217.
Lihat juga:
1. Masyari'ul Asywaqi ila Mashori'il Usysyaqi: 1/285-290.
2. Sifatush Shofwah: 2/369-370
3. Tarikh Islam: 1/214-215
-------------------------------------------------------

Semoga Bermanfaat ! Baarakallahufiykum.

MAAFKAN AKU BILA TAK SEMPURNA

🌃 MAAFKAN AKU BILA TAK SEMPURNA

من ذا الذي ماساء قط؟
ومن له الحسنى فقط؟

🚇 Siapakah yang tak pernah salah…?
🚇 Dan siapakah yang hanya punya kebaikan saja..?

🚇 Begitu kata orang arab… Karena seonggok daging yang bernama manusia itu adalah tempat salah dan lupa. Menuntut kesempurnaan darinya hanya akan membuat kita lelah.
🚇 Orang yang mencari sahabat yang sempurna tanpa cela seperti orang hendak menegakkan benang yang basah, semua sia-sia dan akan selalu berakhir dengan sepi tanpa kawan.

🚇 Diriwayatkan bahwa Raja bin Haiwah -rahimahullah- berkata:

"من لم يؤاخ إلا من لاعيب فيه قل صديقه، ومن لم يرض من صديقه إلا بالإخلاص له دام سخطه، ومن عاتب إخوانه على كل ذنب كثر عدوه"

“Barangsiapa yang hanya bersahabat dengan orang yang (menurutnya) tidak tercela, akan sedikit sahabat yang dimilikinya. barangsiapa yang hanya mengharapkan keikhlasan dari sahabatnya, ia akan selalu mendongkol. Dan barangsiapa yang mencela sahabatnya atas setiap dosa yang dilakukan mereka, dia akan banyak memiliki musuh.” (“Siyaru A’laamin Nubalaa’ IV:557)

🚇 Berhentilah menuntut kesempurnaan dari sahabatmu, karena kesempurnaan hanya milik Allah..

🌐 http://abulfayruz.blogspot.de/2014/01/maafkan-bila-dia-tak-sempurna.html

-----------------------
♻ Repost: WA Dakwah Jalyat Unaiza_Indo

Rabu, 15 April 2015

Rindu Rasulullah

Ceritakanlah kepada ku kawan tentang sesuatu yang bisa mengangkat hatiku, harapanku dan melipur kesedihanku. Aku ingin mengadu dan menangis di pangkuan nya jika mampu atau di izinkan bertemu meski di dalam mimpi pun, lalu aku ceritakan keluh kesahku, Risalah Hatiku padanya, dan aku berharap dari suaranya yang indah mengalir Do'a untukku dan untuk semua orang-orang yang berarti bagiku.. Rasulullah..

Selasa, 07 April 2015

Belajarlah dan Bersikap Adillah BNPT

INI BUKAN SURAT HANYA TULISAN YANG SEMOGA DIBACA OLEH BAPAK-BAPAK DI BNPT
Assalamualaikum...
Setelah beberapa hari belakang mendengar pernyataan-pernyataan dari pejabat BNPT melalui media televisi terkait dengan alasan pemblokiran situs-situs radikal, rasanya hati ini sedih sekali. Kenapa men-generalisir dengan mengatakan wahabi/salafi atau yang suka membid'ahkan adalah ciri radikalisme, mereka yang menolak yasinan, tidak qunut shubuh disebut bibit-bibit radikal.

Demi allah, disaat golongan lain sibuk mengkritisi segala kebijakan negara ini, disaat teman-teman lain sibuk di wall nya dengan status kenaikkan harga BBM, disaat mereka mencela-cela pemerintahan mulai dari mentri sampai presiden yang dengan kebijakan penuh kontroversi, kami MEMILIH MENAHAN DIRI dan tetap dalam kesabaran, kami diajarkan agama ini untuk mendoakan pemimpin agar senantiasa diberi petunjuk oleh allah.

Disaat orang sibuk ingin menggoyangkan pemerintahan ini dengan berdemo, kami memberikan pemahaman bahaya yang akan ditimbulkan bila itu terjadi, kami mengatakan bahwa islam tidak mengajarkan kita untuk mencela pemimpin, kita wajib taat pada pemimpin yang mana mereka tidak menyuruh kita pada keburukan.

Kami saling menasehati dan saling mengingatkan untuk terus taat dan mendoakan pemimpin bangsa ini dan tolong bersikap adil lah.

Belajarlah dengan orang-orang berilmu, kita punya MUI yang memiliki kapasitas menyatakan kesesatan, takfiri atau radikalismenya suatu golongan.

Belajarlah agar bapak-bapak BNPT mengenal betapa lembutnya agama ini... Betapa indah dan agungnya ajaran agama ini...

Belajarlah dan tabayyunlah sebelum bapak-bapak menuduhkan suatu fitnah sehingga kita tidak mengatakan apa-apa yang nantinya kita sesali sendiri....

Bertanyalah kepada yang berilmu, biarkan orang-orang dibidangnya bekerja dengan baik sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Biarkan MUI yang mengurusi masalah agama islam ini. Saya sangat tau bapak-bapak profesor di BNPT ini pintar-pintar semua yang karena kepintarannya lah mereka bekerja dan mendapat gelar profesor dan sebagainya, namun pahamilah bahwa tidak semua bidang dapat kita kuasai dengan baik, terutama masalah agama ini.

Demi allah, mari kita menjaga lisan kita pak, agar lisan ini tidak menjadi sebab pertikaian, agar lisan ini tidak menjadi sebab menyebarnya kebencian di antara umat ini.

Jangan terlalu banyak berbicara yang kita sendiri belum tau kebenarannya, Ingatlah Allah yang tidak  tidur, ingatlah Allah Maha Tau, dan ingatlah agama ini milik Allah, maka belajarlah, pintarlah dan berlaku adil lah untuk perkara umat muslim.

Saya teringat bagaimana kami diajarkan oleh para ustadz yang disebut wahabi/salafi tentang kesabaran dan keteguhan imam ahmad bin hambal dalam menghadapi fitnah yang mengatakan bahwa Al Quran adalah mahluk, beliau tetap teguh pada pendiriannya sehingga di jebloskan ke dalam penjara, beliau tidak memberontak sekalipun murid-murid beliau yang banyak siap melakukan itu sehingga karena kesabarannya Allah menurunkan ketetapannya dan memenangkan agamanya.

Demi allah, sampai saat inipun saya belum pernah mendo'akan keburukan untuk bapak-bapak sekalian, bahkan saya  berdo'a kepada allah yang maha agung agar bapak-bapak sekalian diberi petunjuk dalam memahami agama ini dan saya yakin seperti itu jugalah teman-teman lain.

Belajarlah pak sehingga kita dapat berbicara berdasarkan ilmu, bukankah bapak-bapak profesor sangat tau tentang pendapat-pendapat ilmiah yang harus memiliki landasan teori bukan asal bicara saja, tidak ilmiah dan tidak memiliki landasan.

Belajarlah pak dan takutlah kepada Allah yang kekuasannya meliputi langit dan bumi,... Takutlah kepada allah yang karena kekuasanNya bapak-bapak bisa berjalan, berbicara dan berkuasa...

Belajarlah pak dan malulah kepada Allah yang maha mengetahui segala hal yang tersembunyi dihati-hati manusia... Malulah kepada allah yang selalu mengawasi, yang tidak pernah tidur dan tidak pula mengantuk...

Belajar pak dan Bersikap Adil lah...

Dan hanya kepada Allah kami berlindung dari fitnah dan segala keburukkan...
Dan hanya kepada Allah kami berharap kesabaran sebagaimana sabarnya orang-orang terdahulu dalam menghadapi cobaan..
Dan hanya kepada Allah kami mengadukan risalah ini, memohon petunjukNya, memohon kebaikkan dan surga yang luasnya meliputi langit dan bumi..
Dan Allah adalah pelindung kami,..

Salah seorang teman pernah mengatakan, "Dengan jenggot dan pakaian ini (celana diatas mata kaki) orang awam akan menganggap kita adalah teroris sementara teroris sendiri menuduh kita salafi palsu",
kita diserang dari berbagai arah, Semoga Allah melimpahkan kesabaran, Semoga allah melindungi kita semua dan semoga allah menolong agamaNya....

Saya yang menulis ini adalah,
- Salah satu dari banyaknya jama'ah kajian ilmiah yang sering disebut salafi wahabi
- Yang tidak yasinan kematian
- Yang mengatakan 3 hari 7 hari itu adalah bid'ah
- Yang mengatakan semua ibadah yang tidak ada tuntunan(perkara baru dalam ibadah) dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah bid'ah.
- Yang tidak qunut shubuh.
dan saya juga
- Yang dulu mendukung pak prabowo menjadi presiden namun sampai saat ini ketika pak jokowi terpilih saya taat dengan pak jokowi.
- Yang terus mengajarkan kepada keluarga dan orang-orang dekat untuk terus bersabar dan tidak boleh mencela dan harus mendoakan pemimpin.
- Saya hanya seseorang yang belajar agama ini melalui kajian-kajian ilmiah baik di masjid-masjid maupun di internet.
Saya bukan ustadz, yang mana tulisan saya diatas tidak disertai dalil-dalil baik dari Al Quran dan As Sunnah yang sangat-sangat indah  bila bapak-bapak ingin mempelajarinya..
Wassalam...

Sabtu, 04 April 2015

Berlaku Adillah

Mana ada yang benar ?

Ketika orang-orang belajar agama dengan membaca buku, browsing artikel dan stream via youtube maka dikatakan, belajar agama itu dengan guru, jangan belajar sendiri nanti tersesat. dan ketika orang belajar agama dengan guru/ustadz di kajian-kajian ilmiah di bilang lagi ikut aliran ini atau aliran itu, kita islam yang biasa-biasa saja... ???